Iklan politik di Indonesia muncul sejak era
reformasi dimana pada zaman inilah pertarungan politik membutuhkan jurus- jurus
yang sangat tangguh dan strategis. Layaknya seorang penjual produk atau
layanan, untuk membujuk para pembeli,agar mau membelinya. Mengimplementasikan
konsep marketing kedalam dunia politik, seperti halnya program kerja calon
pemimpin politik disamakan produk barang dan jasa. Artinya, dapat “dijual
belikan” melalui media masa.
Iklan kini tidak lagi sekedar alat promosi barang
dan jasa, fungsinya pun telah bergeser dari alat marketing menjadi instrumen
public relations. Bahkan, kini fungsi
iklan menjadi instrumen marketing politik dasarnya hanya untuk mengangkat citra dan popularitas tokoh
yang sedang sedang berjuang dalam kompetisi politik.
Iklan politik yang ditayangkan lewat media masa,
terutama pada layar kaca anda pada dasarnya sama- sama berupaya membangun citra
dalam imajinasi tentang kekuasaan yang bergelayut dialam pikiran publik. Kita
lihat bagaimana iklan politik menyerbu ruang publik dan menyapa pemirsa
masyarakat politik, semuanya itu tidak lain sebagai bentuk simbolisme dan pencitraan.Mari
kita lihat Wiranto, Harry Tanaosudjibjo yang cukup rajin menyapa pemirsa
dilayar kaca. Abu Rizal bahkri, ketua umum partai golkar yang rajin menawarkan
slogannya dan masih banyak lainya. n
Iklan itu suatu bentuk dari sambunngan komunikasi
yang teputus antara masyarakat dengan pemerintah. Apakah iklan pilitik itu
bermakna buat rakyat? Jika dijawab sesungguhnya lklan plitik tetap saja seperti
iklan yang lainya. Tujuan utamanya adalah memasarkan, target utamanya agar
citra dapat diminati khalayak masyarakat. Tapi yang sedang berlangsung saat ini adalah upaya pembodohan
terhadap masyarakat, dimana dalam pemasaran politik itu, para parpol dan
politisinya hanya mengagungkan politik simbolismenya dan pencitraan dengan
menjadikan masyarakat awam sebagai objek eksploitatf politik untuk memenangkan
kepentingan kekuasaan. Betapa sangat memprihatinkan bila diera reformasi ini
tingkat kesadaran masyarakat RI yang semakin tinggi, dengan hati nurani yang
semakin terkelola ini, praktik pembodohan masyarakat lewat ”obral janji dan
kata- kata manis”, dan mereka yang masih
hidup dalam kesengsaraan yang dijadikan barang dagangan dalam politik pemilu
demi kemenangan merebutkan sebuah kursi
.Bila hal ini terjadi, maka yang dapat mnjawabnya adalah kemanakah etika dan
moral mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar