BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Good
governance merupakan suatu upaya mengubah watak pemerintah untuk tidak
bekerja sendiri tanpa memperhatikan kepentingan atau aspirasi masyarakat.
Di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan good
governance, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek, tetapi dipandang
sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan pemerintahan.
Sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakat sebagai subyek hanya terdapat
dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Dengan demikian prinsip-prinsip yang
terkandung dalam good governance hanya akan tumbuh pada pemerintahan
yang menerapakan sistem demokrasi. Dan pada dasarnya, tujuan good governance yang
sebenarnya adalah mendorong terwujudnya demokrasi melalui reformasi terutama
dalam bidang pemerintahan desentralisasi. Jadi, korelasi antara good
governance desentralisasi dan demokrasi merupakan pasangan yang ideal
untuk mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat, keduanya saling berkaitan dan
tidak dapat dipisahkan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
hubungan good governance dengan desentralisasi?
2. Bagaimana
hubungan good governance dengan demokrasi?
1.3
TUJUAN
MASALAH
1.
Mengetahui hubungan
good governance dengan desentralisasi
2.
Mengetahui hubungan
good governance dengan demokrasi
BAB 2
PEMBAHASASAN
2.1 Hubungan Good
Governance dengan Desentralisasi
Pengertian
desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi
pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga
semi-pemerintah, maupun kepada swasta. Desentralisasi sendiri terdiri dari
empat jenis, yakni desentralisasi politik, desentralisasi administratif,
desentralisasi fiskal, serta desentralisasi pasar.
Dari
sisi kemanfaatan, desentralisasi dapat lebih tepat meningkatkan efisiensi dan
daya tanggap pemerintah melalui pemenuhan layanan publik yang lebih sesuai dengan
preferensi rakyat. Selain itu, desentralisasi dapat membangkitkan semangat
kompetisi dan inovasi antar pemerintah daerah untuk mencapai kepuasan
masyarakat yang lebih tinggi. Namun disisi lain, kualitas pelayanan publik
sering menjadi korban karena transfer kewenangan sering disalahartikan atau
disalahgunakan oleh elit local yang relatif kurang memenuhi standar kompetensi
yang dibutuhkan.
a)
Di Indonesia, desentralisasi juga menjelma dalam dua bentuknya yang positif dan
negatif. Dari hasil kajian dan penelitian menemukan bukti bahwa desentralisasi
berhasil mendorong terwujudnya tiga kondisi penting, yaitu: meningkatnya
kepedulian dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam proses politik
di tingkat lokal;
b)
perangkat pemerintahan daerah memiliki komitmen yang makin kuat dalam pemberian
layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka
meningkatkan kualitas pelayanan publik; dan
c)
pemerintah daerah saling bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan
persoalan yang sama-sama mereka hadapi. Walaupun demikian, beberapa dampak
negatif nampaknya tidak dapat dihindari.
Meskipun
memiliki dua sisi yang berbeda (manfaat dan kelemahan), namun terdapat sebuah
kesepakatan umum bahwa desentralisasi sangat diperlukan untuk mempromosikan
sosok pemerintahan yang lebih baik, lebih efektif, dan lebih demokratis(good governance). Baik di Negara maju maupun
berkembang, desentralisasi merupakan salah satu elemen kunci terhadap agenda
reformasi yang dijalankan di negara yang bersangkutan.
Sebagai
sebuah reformasi, desentralisasi tidak akan dapat berhasil tanpa diikuti oleh
langkah-langkah lanjutannya. Dengan kata lain, desentralisasi harus disikapi
dan ditindaklanjuti dengan reformasi birokrasi sebagau unsur penyelenggara
desentralisasi. Dalam kaitan ini, reformasi birokrasi diarahkan pada
terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik pada masa yang akan datang.
Untuk itu, diperlukan adanya area perubahan yang berfungsi sebagai tolok
ukur keberhasilan reformasi. Adapun area perubahan dalam reformasi birokrasi
tersebut adalah:
a)
Kelembagaan. Perubahan yang ingin diwujudkan pada area ini adalah organisasi
yang tepat fungsi dan tepat ukuran
b)
Budaya organisasi. Capaian akhir yang diharapkan adalah birokrasi dengan
semangat pengabdian, integritas, dan kinerja tinggu atau budaya unggul.
c)
Ketatalaksanaan. Hasil nyata yang ingin diraih pada area ini adalah
terbangunnya sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien,
terukur, dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
d)
Regulasi dan Deregulasi. Perubahan yang diinginkan adalah munculnya pola
regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih, dan kondusif.
e) SDM
Aparatur. Hasil yang ingin dicapai adalah pegawai yang berintegritas, kompeten,
professional, berkinerja tinggi dan sejahtera.
Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah yang selanjutnya diubah
oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah mengantarkan Indonesia
memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30 tahun berada
di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis. Implementasi kedua
undang-undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya
fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah. Selama rentang perpindahan yang lebih dari satu
dasawarsa tersebut, berbagai pengalaman lokal yang heterogen telah muncul ke
permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah dan meningkatnya
wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan
publik.
Desentralisasi atau
pendesentralisasian governance merujuk pada suatu upaya restrukturisasi
atau reorganisasi dari kewenangan yang yang menciptakan tanggung jawab bersama
diantara lembaga-lembaga di dalam governance baik di tingkat pusat,
regional maupun lokal sesuai dengan prinsip saling menunjang yang diharapkan
pada akhirnya adalah suatu kualitas dan efektifitas keseluruhan dari sistem
governance tersebut termasuk peningkatan kewenangan dan kemampuan dari governance
di tingkat lokal (UNDP, 1997).
Desentralisasi bukan sekedar
memindahkan sistem politik dan ekonomi yang lama dari pusat ke daerah, tetapi
pemindahan tersebut harus pula disertai oleh perubahan kultural menuju arah
yang lebih demokratis dan beradab. Melalui desentralisasi diharapkan akan
meningkatkan peluang masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan
kebijakan yang terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi. Hal ini
sangatlah dimungkinkan karena karena lokus pengambilan keputusan menjadi lebih
dekat dengan masyarakat. Melalui proses ini maka desentralisasi diharapkan akan
mampu meningkatkan penegakan hukum; meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pemerintah dan sekaligus meningkatkan daya tanggap, transparansi dan
akuntabilitas pemerintah daerah. Beberapa pengalaman empirik memang telah
membuktikan bahwa desentralisasi tidak selalu berbanding lurus dengan
terwujudnya good governance. Keberhasilan beberapa pemerintah daerah
dalam membangun kinerja pelayanan publiknya hingga saat ini masih bisa dihitung
dengan jari. Namun demikian pilihan untuk kembali ke arah sentralisasi tentunya
bukanlah pilihan yang bijaksana dan hanya akan bersifat kontraproduktif belaka.
Pilihan pada desentralisasi sesungguhnya haruslah disikapi dengan penuh
optimisme dan menjadikannya sebagai sebuah tantangan. Caranya adalah melalui
kampanye yang terus menerus akan pentingnya implementasi good governance
di level pemerintahan daerah. Tentu saja perwujudan desentralisasi yang
nyata dan bertanggung jawab serta keberhasilan good governance di daerah
bukanlah suatu hal yang instan semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan
komitmen yang kuat, proses pembelajaran yang terus menerus serta kesabaran
kolektif dari segenap pemangku kepentingan baik di pusat maupun di
daerah.
2.2
Hubungan Good Governance dengan Demokrasi
Konsep governance mulai
berkembang pada awal 1990-an ditandai dengan adanya cara pandang (point of
view) yang baru terhadap peran pemerintah (government) dalam menjalankan sistem
pemerintahan. Pandangan ini muncul karena peran pemerintah dinilai terlalu
besar dan terlalu berkuasa, sehingga masyarakat tidak memiliki keleluasaan dan
ruang untuk berkembang (Basuki dan Shofwan, 2006:8). Pemerintah telah merasa
menjadi institusi yang paling mengetahui dan mengerti apa yang diinginkan oleh
masyarakat, sehingga banyak kebijakan yang dibuat tanpa diwacanakan terlebih
dahulu kepada masyarakat atau tanpa
merasa perlu mendengar aspirasi dari masyarakat. Hal ini akhirnya
membuat kebijakan bersifat top down dan masyarakat hanya bisa tinggal
menerima saja, tindakan yang seperti ini justru menjadikan dukungan kepada
pemerintah dari masyarakat menurun.
Istilah governance dalam
bahasa Inggris berarti “the act, fact, manner of governing”, yang berarti
adalah suatu proses kegiatan. Kooiman dalam Sedarmayanti (2004:2) mengemukakan
bahwa governance ialah”…serangkaian proses interaksi sosial politik
antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan
tersebut”. Pada dasarnya, istilah governance bukan hanya berarti kepemerintahan
sebagai suatu kegiatan saja, melainkan juga mengacu kepada arti pengurusan,
pengarahan, pengelolaan, dan pembinaan penyelenggaraan. Dan berdasarkan dari
apa yang diungkapkan oleh Kooiman di atas, dapat dipahami bahwa keterlibatan
masyarakat dalam sistem pemerintahan merupakan semangat yang terdapat dalam
konsepgood governance.
United Nations
Development Program dalam Sedarmayanti (2004:3)
mendefinisikan governance sebagai berikut: ”Governance is the
exercise of economic, political, and administrative authority to manage a
country’s affair at all levels and means by which states promote social
cohesion, integration, and ensure the well being of their population”.
(“Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan di bidang ekonomi, politik, dan
administrasi untuk mengelola berbagai urusan Negara pada setiap tingkatan dan
merupakan instrument kebijakan Negara untuk mendorong terciptanya kepaduan
sosial, integrasi, dan menjamin kesejahteraan masyarakat”).
Lembaga Administrasi
Negara (LAN) mengemukakan bahwa good governance yaitu penyelenggaraan
pemerintahan yang efisien dan efektif, serta solid dan bertanggung jawab,
dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain
negara, sektor swasta, dan masyarakat. Jadi, berdasarkan kesimpulan dari LAN di
atas, maka entitas-entitas dalam good governance dapat dikelompokkan
manjadi 3 macam, yaitu:
1. Negara :
Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih
jauh daripada itu, melibatkan juga sektor swasta dan kelembagaan masyarakat
madani.
2. Sektor Swasta :
Pelaku sektor swasta mencakup perusahan swasta yang aktif dalam interaksi
sistem pasar seperti industri pengolahan, perdagangan, perbankan, dan koperasi,
termasuk juga sektor informal seperti PKL.
3. Masyarakat
Madani : kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada di
antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup
baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial dan
politik serta ekonomi.
Istilah masyarakat
madani merupakan salah satu terjemahan dari istilah civil
society (masyarakat sipil). Penggunaan istilah masyarakat madani
menggambarkan adanya suatu komunitas yang memiliki sistem sosial yang
berasaskan pada prinsip-prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Komunitas ini menjadi
tempat berseminya perilaku, aksi-aksi /kemasyarakatan dan politik yang
egaliter, terbuka, dan demokratis. Perbedaan keyakinan dan ideologi di dalam
partai politik, di antara individu, dan kelompok masyarakat diterima sebagai
realitas kehidupan yang dihormati semua pihak. Toleransi inilah yang menjadi
asas masyarakat madani dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
yang demokratis untuk menjalankan pembangunan di segala bidang demi kepentingan
bersama.
United Nation
Development Programme (UNDP) menyaratkan 10 prinsip untuk
terselenggaranya good governance, yaitu: Adanya partisipasi masyarakat;
penegakan hukum; transparansi; kesetaraan; daya tanggap pemerintah; wawasan ke
masa depan; akuntabilitas; pengawasan; efisiensi dan efektifitas; dan
profesionalisme. Sejalan dengan hal ini, Dahl dalam Basuki dan Shofwan
(2006:15) menyatakan bahwa demokrasi yang merupakan sebuah inkubator yang tepat
bagi good governance, apabila diterapkan akan memiliki efek-efek
positif sebagai berikut: menghindari terjadinya kediktatoran; penghormatan
terhadap hak asasi manusia; adanya jaminan kebebasan; adanya perlindungan;
adanya jaminan kebebasan; adanya perlindungan; pemberian kesempatan yang luas;
adanya tanggung jawab moral; membantu perkembangan manusia; adanya persamaan
politik; mencari perdamaian; dan mewujudkan kemakmuran masyarakat.
Good
governance merupakan suatu upaya mengubah watak pemerintah untuk tidak
bekerja sendiri tanpa memperhatikan kepentingan atau aspirasi masyarakat.
Di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan good
governance, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek, tetapi dipandang
sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan pemerintahan.
Sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakat sebagai subyek hanya terdapat
dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Dengan demikian prinsip-prinsip yang
terkandung dalam good governance hanya akan tumbuh pada pemerintahan
yang menerapakan sistem demokrasi. Dan pada dasarnya, tujuan good
governance yang sebenarnya adalah mendorong terwujudnya demokrasi melalui
reformasi terutama dalam bidang pemerintahan. Jadi, korelasi antara good
governance dengan demokrasi merupakan pasangan yang ideal untuk mewujudkan
kesejahteraan dalam masyarakat, keduanya saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan.
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa hubungan good governance, desentralisasi dan
demokratis sangatlah erat hubunganya, suatu kepemerintahan yang baik akan
berjalan dengan efektif dan efisien jika Adanya partisipasi masyarakat;
penegakan hukum; transparansi; kesetaraan; daya tanggap pemerintah; wawasan ke
masa depan; akuntabilitas; pengawasan; efisiensi dan efektifitas; dan
profesionalisme. Meskipun memiliki dua sisi yang berbeda
(manfaat dan kelemahan), namun terdapat sebuah kesepakatan umum bahwa
desentralisasi sangat diperlukan untuk mempromosikan sosok pemerintahan yang
lebih baik, lebih efektif, dan lebih demokratis (good governance). Baik
di Negara maju maupun berkembang, desentralisasi merupakan salah satu elemen
kunci terhadap agenda reformasi yang dijalankan di negara yang bersangkutan.
Good governance merupakan suatu upaya mengubah watak pemerintah untuk
tidak bekerja sendiri tanpa memperhatikan kepentingan atau
aspirasi masyarakat. Di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang
menerapkan good governance, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek,
tetapi dipandang sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan
kebijakan pemerintahan. Penerapan prinsip yang sesuai dengan pemerintahan di
negara Indonesia, terutama dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah
prinsip desentralisasi, karena prinsip ini dirasa lebih efektif bagi negara
Indonesia yang mempunyai karakteristik dan geografis yang beragam antara daerah
satu dengan lainnya. Diharapkan dengan penerapan prinsip ini agar setiap
pemerintahan daerah dapat mengembangkan daerah masing-masing sesuai dengan
kebijakan daerah, yang tentunya hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintahan
pusat dalam lingkup NKRI. Penerapan prinsip desentralisasi akan lebih optimal
jika pelaksanaannya berbasis good governance (tata kelola pemerintahan
yang baik), sehingga akan tercipta pemerintahan daerah yang sehat, efektif dan
efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,
Imam. 2001. Good Governance,
Demokrasi Dan Keadilan Atas Sumber Daya. Jurnal Administrasi
Negara Vol. II, No.1. Malang: LPD FIA UB
IRDA,
2002, Decentralization And Local Governance In Indonesia: First And
Second Report On The Indonesian Rapid Decentralization Appraisal (IRDA),
Jakarta: Asia Foundation. Diakses Dari: Http://Hazni.Blog.Esaunggul.Ac.Id Pada Tanggal: 17
April 2013
Sedarmayanti.
2004. Good Governance,
Kepemerintahan Yang Baik, Bagian Dua. Bandung: Mandar Maju.
Sedarmayanti.2009.Reformasi Administrasi Publik, Reformasi
Birokrasi, Dan Kepemimpinan Masa Depan. Bandung, Refika Aditama
World Bank, June
2001, “Decentralization And Governance: Does Decentralization Improve
Public Service Delivery” In Prem-Notes No. 55. Diakses Dari:Http://Hazni.Blog.Esaunggul.Ac.Id Pada Tanggal: 17
April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar