Selasa, 14 April 2015

HUBUNGAN GOOD GOVERNANCE, DESENTRALISASI DAN DEMOKRATISASI




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Good governance merupakan suatu upaya mengubah watak pemerintah untuk tidak bekerja sendiri tanpa memperhatikan kepentingan atau aspirasi masyarakat. Di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan good governance, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek, tetapi dipandang sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan pemerintahan. Sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakat sebagai subyek hanya terdapat dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Dengan demikian prinsip-prinsip yang terkandung dalam good governance hanya akan tumbuh pada pemerintahan yang menerapakan sistem demokrasi. Dan pada dasarnya, tujuan good governance yang sebenarnya adalah mendorong terwujudnya demokrasi melalui reformasi terutama dalam bidang pemerintahan desentralisasi. Jadi, korelasi antara good governance  desentralisasi dan demokrasi merupakan pasangan yang ideal untuk mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat, keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

1.2   RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana hubungan good governance dengan desentralisasi?
2.      Bagaimana hubungan good governance dengan demokrasi?

1.3  TUJUAN MASALAH

1.      Mengetahui hubungan good governance dengan desentralisasi
2.      Mengetahui hubungan good governance dengan demokrasi


BAB 2
PEMBAHASASAN

2.1  Hubungan Good Governance dengan Desentralisasi
Pengertian desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada swasta. Desentralisasi sendiri terdiri dari empat jenis, yakni desentralisasi politik, desentralisasi administratif, desentralisasi fiskal, serta desentralisasi pasar.
Dari sisi kemanfaatan, desentralisasi dapat lebih tepat meningkatkan efisiensi dan daya tanggap pemerintah melalui pemenuhan layanan publik yang lebih sesuai dengan preferensi rakyat. Selain itu, desentralisasi dapat membangkitkan semangat kompetisi dan inovasi antar pemerintah daerah untuk mencapai kepuasan masyarakat yang lebih tinggi. Namun disisi lain, kualitas pelayanan publik sering menjadi korban karena transfer kewenangan sering disalahartikan atau disalahgunakan oleh elit local yang relatif kurang memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan.
a)      Di Indonesia, desentralisasi juga menjelma dalam dua bentuknya yang positif dan negatif. Dari hasil kajian dan penelitian menemukan bukti bahwa desentralisasi berhasil mendorong terwujudnya tiga kondisi penting, yaitu: meningkatnya kepedulian dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam proses politik di tingkat lokal;
b)      perangkat pemerintahan daerah memiliki komitmen yang makin kuat dalam pemberian layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka meningkatkan kualitas pelayanan publik; dan
c)      pemerintah daerah saling bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan persoalan yang sama-sama mereka hadapi. Walaupun demikian, beberapa dampak negatif nampaknya tidak dapat dihindari. 
Meskipun memiliki dua sisi yang berbeda (manfaat dan kelemahan), namun terdapat sebuah kesepakatan umum bahwa desentralisasi sangat diperlukan untuk mempromosikan sosok pemerintahan yang lebih baik, lebih efektif, dan lebih demokratis(good governance). Baik di Negara maju maupun berkembang, desentralisasi merupakan salah satu elemen kunci terhadap agenda reformasi yang dijalankan di negara yang bersangkutan.
Sebagai sebuah reformasi, desentralisasi tidak akan dapat berhasil tanpa diikuti oleh langkah-langkah lanjutannya. Dengan kata lain, desentralisasi harus disikapi dan ditindaklanjuti dengan reformasi birokrasi sebagau unsur penyelenggara desentralisasi. Dalam kaitan ini, reformasi birokrasi diarahkan pada terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik pada masa yang akan datang. Untuk itu, diperlukan adanya area perubahan yang berfungsi sebagai  tolok ukur keberhasilan reformasi. Adapun area perubahan dalam reformasi birokrasi tersebut adalah:
a)      Kelembagaan. Perubahan yang ingin diwujudkan pada area ini adalah organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran
b)      Budaya organisasi. Capaian akhir yang diharapkan adalah birokrasi dengan semangat pengabdian, integritas, dan kinerja tinggu atau budaya unggul.
c)      Ketatalaksanaan. Hasil nyata yang ingin diraih pada area ini adalah terbangunnya sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
d)      Regulasi dan Deregulasi. Perubahan yang diinginkan adalah munculnya pola regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih, dan kondusif.
e)      SDM Aparatur. Hasil yang ingin dicapai adalah pegawai yang berintegritas, kompeten, professional, berkinerja tinggi dan sejahtera.    
Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah yang selanjutnya diubah oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah mengantarkan Indonesia memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30 tahun berada di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis.  Implementasi kedua undang-undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama rentang perpindahan yang lebih dari satu dasawarsa tersebut, berbagai pengalaman lokal yang heterogen telah muncul ke permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah dan meningkatnya wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik. 
Desentralisasi atau pendesentralisasian governance merujuk pada suatu upaya restrukturisasi atau reorganisasi dari kewenangan yang yang menciptakan tanggung jawab bersama diantara lembaga-lembaga di dalam governance baik di tingkat pusat, regional maupun lokal sesuai dengan prinsip saling menunjang yang diharapkan pada akhirnya adalah suatu kualitas dan efektifitas keseluruhan dari sistem governance tersebut termasuk peningkatan kewenangan dan kemampuan dari governance di tingkat lokal (UNDP, 1997).
Desentralisasi bukan sekedar memindahkan sistem politik dan ekonomi yang lama dari pusat ke daerah, tetapi pemindahan tersebut harus pula disertai oleh perubahan kultural menuju arah yang lebih demokratis dan beradab. Melalui desentralisasi diharapkan akan meningkatkan peluang masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi. Hal ini sangatlah dimungkinkan karena karena lokus pengambilan keputusan menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Melalui proses ini maka desentralisasi diharapkan akan mampu meningkatkan penegakan hukum; meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah dan sekaligus meningkatkan daya tanggap, transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah. Beberapa pengalaman empirik memang telah membuktikan bahwa desentralisasi tidak selalu berbanding lurus dengan terwujudnya good governance. Keberhasilan beberapa pemerintah daerah dalam membangun kinerja pelayanan publiknya hingga saat ini masih bisa dihitung dengan jari. Namun demikian pilihan untuk kembali ke arah sentralisasi tentunya bukanlah pilihan yang bijaksana dan hanya akan bersifat kontraproduktif belaka. Pilihan pada desentralisasi sesungguhnya haruslah disikapi dengan penuh optimisme dan menjadikannya sebagai sebuah tantangan. Caranya adalah melalui kampanye yang terus menerus akan pentingnya implementasi good governance di level pemerintahan daerah.  Tentu saja perwujudan desentralisasi yang nyata dan bertanggung jawab serta keberhasilan good governance di daerah bukanlah suatu hal yang instan semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan komitmen yang kuat, proses pembelajaran yang terus menerus serta kesabaran kolektif  dari segenap pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah. 

2.2 Hubungan Good Governance  dengan Demokrasi
Konsep governance mulai berkembang pada awal 1990-an ditandai dengan adanya cara pandang (point of view) yang baru terhadap peran pemerintah (government) dalam menjalankan sistem pemerintahan. Pandangan ini muncul karena peran pemerintah dinilai terlalu besar dan terlalu berkuasa, sehingga masyarakat tidak memiliki keleluasaan dan ruang untuk berkembang (Basuki dan Shofwan, 2006:8). Pemerintah telah merasa menjadi institusi yang paling mengetahui dan mengerti apa yang diinginkan oleh masyarakat, sehingga banyak kebijakan yang dibuat tanpa diwacanakan terlebih dahulu kepada masyarakat atau tanpa  merasa perlu mendengar aspirasi dari masyarakat. Hal ini akhirnya membuat kebijakan bersifat top down dan masyarakat hanya bisa tinggal menerima saja, tindakan yang seperti ini justru menjadikan dukungan kepada pemerintah dari masyarakat menurun.
Istilah governance dalam bahasa Inggris berarti “the act, fact, manner of governing”, yang berarti adalah suatu proses kegiatan. Kooiman dalam Sedarmayanti (2004:2) mengemukakan bahwa governance ialah”…serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut”. Pada dasarnya, istilah governance bukan hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan saja, melainkan juga mengacu kepada arti pengurusan, pengarahan, pengelolaan, dan pembinaan penyelenggaraan. Dan berdasarkan dari apa yang diungkapkan oleh Kooiman di atas, dapat dipahami bahwa keterlibatan masyarakat dalam sistem pemerintahan merupakan semangat yang terdapat dalam konsepgood governance.
United Nations Development Program dalam Sedarmayanti (2004:3) mendefinisikan governance sebagai berikut: ”Governance is the exercise of economic, political, and administrative authority to manage a country’s affair at all levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of their population”. (“Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan di bidang ekonomi, politik, dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan Negara pada setiap tingkatan dan merupakan instrument kebijakan Negara untuk mendorong terciptanya kepaduan sosial, integrasi, dan menjamin kesejahteraan masyarakat”).
Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengemukakan bahwa good governance yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif, serta solid dan bertanggung jawab, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat. Jadi, berdasarkan kesimpulan dari LAN di atas, maka entitas-entitas dalam good governance dapat dikelompokkan manjadi 3 macam, yaitu:
1. Negara : Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh daripada itu, melibatkan juga sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2. Sektor Swasta : Pelaku sektor swasta mencakup perusahan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar seperti industri pengolahan, perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk juga sektor informal seperti PKL.
3. Masyarakat Madani : kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial dan politik serta ekonomi.
Istilah masyarakat madani merupakan salah satu terjemahan dari istilah civil society (masyarakat sipil). Penggunaan istilah masyarakat madani menggambarkan adanya suatu komunitas yang memiliki sistem sosial yang berasaskan pada prinsip-prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Komunitas ini menjadi tempat berseminya perilaku, aksi-aksi /kemasyarakatan dan politik yang egaliter, terbuka, dan demokratis. Perbedaan keyakinan dan ideologi di dalam partai politik, di antara individu, dan kelompok masyarakat diterima sebagai realitas kehidupan yang dihormati semua pihak. Toleransi inilah yang menjadi asas masyarakat madani dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang demokratis untuk menjalankan pembangunan di segala bidang demi kepentingan bersama.
United Nation Development Programme (UNDP) menyaratkan 10 prinsip untuk terselenggaranya good governance, yaitu: Adanya partisipasi masyarakat; penegakan hukum; transparansi; kesetaraan; daya tanggap pemerintah; wawasan ke masa depan; akuntabilitas; pengawasan; efisiensi dan efektifitas; dan profesionalisme. Sejalan dengan hal ini, Dahl dalam Basuki dan Shofwan (2006:15) menyatakan bahwa demokrasi yang merupakan sebuah inkubator yang tepat bagi good governance, apabila diterapkan akan memiliki efek-efek positif sebagai berikut: menghindari terjadinya kediktatoran; penghormatan terhadap hak asasi manusia; adanya jaminan kebebasan; adanya perlindungan; adanya jaminan kebebasan; adanya perlindungan; pemberian kesempatan yang luas; adanya tanggung jawab moral; membantu perkembangan manusia; adanya persamaan politik; mencari perdamaian; dan mewujudkan kemakmuran masyarakat.
Good governance merupakan suatu upaya mengubah watak pemerintah untuk tidak bekerja sendiri tanpa memperhatikan kepentingan atau aspirasi masyarakat. Di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan good governance, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek, tetapi dipandang sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan pemerintahan. Sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakat sebagai subyek hanya terdapat dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Dengan demikian prinsip-prinsip yang terkandung dalam good governance hanya akan tumbuh pada pemerintahan yang menerapakan sistem demokrasi. Dan pada dasarnya, tujuan good governance yang sebenarnya adalah mendorong terwujudnya demokrasi melalui reformasi terutama dalam bidang pemerintahan. Jadi, korelasi antara good governance dengan demokrasi merupakan pasangan yang ideal untuk mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat, keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hubungan good governance, desentralisasi dan demokratis sangatlah erat hubunganya, suatu kepemerintahan yang baik akan berjalan dengan efektif dan efisien jika Adanya partisipasi masyarakat; penegakan hukum; transparansi; kesetaraan; daya tanggap pemerintah; wawasan ke masa depan; akuntabilitas; pengawasan; efisiensi dan efektifitas; dan profesionalisme. Meskipun memiliki dua sisi yang berbeda (manfaat dan kelemahan), namun terdapat sebuah kesepakatan umum bahwa desentralisasi sangat diperlukan untuk mempromosikan sosok pemerintahan yang lebih baik, lebih efektif, dan lebih demokratis (good governance). Baik di Negara maju maupun berkembang, desentralisasi merupakan salah satu elemen kunci terhadap agenda reformasi yang dijalankan di negara yang bersangkutan. Good governance merupakan suatu upaya mengubah watak pemerintah untuk tidak bekerja sendiri tanpa memperhatikan kepentingan atau aspirasi masyarakat. Di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan good governance, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek, tetapi dipandang sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan pemerintahan. Penerapan prinsip yang sesuai dengan pemerintahan di negara Indonesia, terutama dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah prinsip desentralisasi, karena prinsip ini dirasa lebih efektif bagi negara Indonesia yang mempunyai karakteristik dan geografis yang beragam antara daerah satu dengan lainnya. Diharapkan dengan penerapan prinsip ini agar setiap pemerintahan daerah dapat mengembangkan daerah masing-masing sesuai dengan kebijakan daerah, yang tentunya hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintahan pusat dalam lingkup NKRI. Penerapan prinsip desentralisasi akan lebih optimal jika pelaksanaannya berbasis good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), sehingga akan tercipta pemerintahan daerah yang sehat, efektif dan efisien.


DAFTAR PUSTAKA


Hanafi, Imam. 2001. Good Governance, Demokrasi Dan Keadilan Atas Sumber Daya. Jurnal Administrasi Negara Vol. II, No.1. Malang: LPD FIA UB
 IRDA, 2002, Decentralization And Local Governance In Indonesia: First And Second Report On The Indonesian Rapid Decentralization Appraisal (IRDA), Jakarta: Asia Foundation. Diakses Dari: Http://Hazni.Blog.Esaunggul.Ac.Id Pada Tanggal: 17 April 2013
Sedarmayanti. 2004. Good Governance, Kepemerintahan Yang Baik, Bagian Dua. Bandung: Mandar Maju.
Sedarmayanti.2009.Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, Dan Kepemimpinan Masa Depan. Bandung, Refika Aditama
World Bank, June 2001, “Decentralization And Governance: Does Decentralization Improve Public Service Delivery” In Prem-Notes No. 55. Diakses Dari:Http://Hazni.Blog.Esaunggul.Ac.Id Pada Tanggal: 17 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar