RENSTRA MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH MENUJU GOOD
GOVERMENT
Diajukan untuk memenuhui tugas mata kuliah: Keuangan Publik dan Penganggaran Daerah
DWI OKNAWATI
2012210020
ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2014
ARTIKEL
RENSTRA
MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH MENUJU GOOD GOVERMENT
Tuntutan internal dalam
memenuhi harapan stakeholder juga semakin meningkat, dalam suatu organisasi
swasta maupun pemerintahan pasti kita temui berbagai variasi kualitas kinerja
antar pegawai mulai dari yang baik maupun buruk semua itu sangat mempengaruhi
hasil kinerja. Dan bagaimana suatu organisasi bisa menjadi baik untuk menuju
good goverment seperti yang menjadi tujuan utama, maka semua pegawai harus
melaksakan good governace sebagai suatu
proses tata kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan stakeholders,
terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik, keuangan, dan manusia
bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut asas: keadilan,
pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Era otonomi daerah yang
bergulir sejak tahun 2001memunculkan banyak tantangan sulit yang harus dihadapi
pemerintah dalam tahun terakhir dan mendatang. Tantangan tersebut dapat berupa
kekacauan ekonomi, perubahan nilai privatisasi, pelayanan publik, efektifitas,
dan efisiensi anggaran, batas pungutan pajak dan tututan pensejaahteraan
masyarakat. Gejolak yang semakin meningkat dan saling bertautan ini memerlukan
tanggapan serius dari pemerintah pusat dan daerah. Pertama harus berfikir
strategis yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Kedua, pemerintah harus
menerjemahkan inputnya untuk strategi yang efektif untuk menanggulangi yang
terbuka. Ketiga, pemerintah harus mengembangkan alasan - alasan yang diperlukan
untuk meletakan landasan bagi pemakaiaan dan pelaksanaan strateginya.
Wujud usaha yang
dilakukan oleh pemerintah adalah dengan terbitnya UU No. 22/1999 yang telah
drevisi menjadi UU No.32/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah. Undang- undang tersebut menjelaskan konsep, akuntabilitas dan
transparasi pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan
tersebut, pemerintah daerah berkewajiban menetapkan visi, misi, tujuan,
strategi, program dan kegiatan daerah yang terlebih dahulu harus mendapatkan
pengesahan dari DPRD masing- masing Kabupaten/Kota. Pergeseran yang signifikan
terhadap pengelolaan keuangan daerah menuntut kemandirian daerah mengatur rumah
tangganya dengan berbagai strategi alokasi dan prioritas belanja.
Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa lemahnya perencanaan pengalokasian belanja memunculkan
ketidak efisienan kinerja pemerintah. Ketidakefisienan kinerja pemerintah
dikarenakan kurang transparan, kurang benar, kurang cepat dan kurang akurat
dalam menyusun akuntabilitas. Hal ini akan membuka kemungkinan terjadinya
penyelewengan, penyimpangan, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi,
nepotisme dan tindakan negatif lainnya.
Untuk memenuhi tuntutan
tersebut maka pemerintah berusaha memperbaiki kinerjanya melalui usaha
perbaikan manajemen pemerintahan yang lebih mengutamakan pelayanan kepada
publik. Pelayanan kepada publik dapat tercapai apabila semua kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah transparan dan bertanggung jawab. Salah
satu upaya kongkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan
pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sebagaimana telah diatur dalam
Undang-Undang no 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang mensyaratkan bentuk
dan isi laporan pertangungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
sesuai dengan SAP. Selain Pemerintah Daerah dalam menyusun akuntabilitasnya
harus transparan dan dapat menyediakan informasi tentang pengelolaan keuangan
daerah secara luas, informasi tersebut juga harus mudah diakses, diketahui, dan
dievaluas oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, akuntabilitas
adalah perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan melalui media pertanggungjwaban yang dilaksanakan secara periodik
Pengelolaan keuangan daerah. Halim (2004) berpendapat bahwa undang-undang
tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah memberi keleluasaan daerah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan agar kesejahteraan masyarakat
semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan dan
pemeliharaan hubungan. Dampak berlakunya otonomi dan desentralisasi tersebut
terhadap pengelolaan keuangan daerah adalah semakin meluasnya kewenangan
pemerintah daerah dalam mengelola uang rakyat (public money). Agar pengelolaan
dana masyarakat tersebut dapat dilakukan secara lebih transparan, ekonomis,
efisien, efektif dan akuntabel, perlu dilakukan perubahan paradigma dalam
pengelolaan keuangan daerah. Sampai saat ini banyak terjadi penyimpangan dan
penyelewengan terhadap dana masyarakat yang dipercayakan kepada pemerintah.
Oleh karena itu dalam pengelolaan keuangan daerah perlu perencanaan yang lebih
ekonomis, efisien dan efektif atau lebih dikenal dengan pengelolaan keuangan daerah
berbasis kinerja dan berbasis outcome(Mardiasmo, 2002).
Strategi rencana
keuangan daerah juga sangat perlu bagaimana memanejemen sebuah keuangan adapun
manajemen keuangan pemerintah
merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintahan dalam kerangka nation and
state building. Adanya manajemen keuangan pemerintah
yang baik akan menjamin tercapainya tujuan pembangunan secara khusus, dan
tujuan berbangsa dan bernegara secara umum. Karenanya, langkah-langkah strategis
dalam konteks penciptaan, pengembangan, dan penegakan sistem manajemen keuangan
yang baik merupakan tuntutan sekaligus kebutuhan yang semakin tak terelakkan
dalam dinamika pemerintahan dan pembangunan.
Munculnya perhatian
yang besar akan pentingnya manajemen keuangan pemerintah dilatarbelakangi oleh
banyaknya tuntutan, kebutuhan atau aspirasi yang harus diakomodasi di satu
sisi, dan terbatasnya sumberdaya keuangan pemerintah di sisi lain. Dengan
demikian, pencapaian efektivitas dan efisiensi keuangan pemerintah semakin
mengemuka untuk diperjuangkan perwujudnya.
Dalam upaya perwujudan
manajemen keuangan pemerintah yang baik, terdapat pula tuntutan yang semakin
aksentuatif untuk mengakomodasi, menginkorporasi, bahkan mengedepankan
nilai-nilai good governance. Beberapa
nilai yang relevan dan urgen untuk diperjuangkan adalah antara lain
transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat dalam proses
pengelolaan keuangan dimaksud, disamping nilai-nilai efektivitas dan efisiensi
tentu saja. Dalam konteks yang lebih visioner, manajemen keuangan pemerintah
tidak saja harus didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, tetapi harus diarahkan untuk mewujudkan
nilai-nilai dimaksud.
Sebagaimana dibahas
dalam artikel Mulia P. Nasution berjudul “Reformasi
Manajemen Keuangan Pemerintah” (Jurnal Forum Inovasi, Desember – Februari
2003), pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memberi perhatian yang
sungguh-sungguh untuk mengakomodasi dan mewujudkan harapan dan tuntutan di
atas. Upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, antara lain,
diperjuangkan dengan memperhatikan prinsip dan nilai-nilai good governance. Yang selama ini sudah dilakukan adalah dengan
membahas RUU Keuangan Negara yang sudah diundangkan DPR pada tanggal 9 Maret
2003 lalu (jadi setelah artikel ini ditulis) menjadi UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Terdapat 4 prinsip dasar pengelolaan keuangan negara
yang menjadi fokus perhatian utama dalam UU ini, yaitu (1) akuntabilitas
berdasarkan hasil atau kinerja, sehingga muncul kerangka kerja baru dengan nama
“Anggaran Berbasis Kinerja (Performance
Budget)” yang pada saat ini sedang diujicobakan pelaksasanaannya dan
diharapkan dimulai pada tahun anggaran 2005; (2) keterbukaan dan setiap
transaksi keuangan pemerintah; (3) pemberdayaan manajer profesional; dan (4)
adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, profesional, dan mandiri serta
dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan (double accounting).
Berdasarkan keempat prinsip tersebut, maka artikel ini menempatkan reformasi perbendaharaan
dan reformasi di bidang auditing sebagai agenda yang mendesak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar