Selasa, 28 Oktober 2014

RENSTRA MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH MENUJU GOOD GOVERMENT



RENSTRA MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH MENUJU GOOD GOVERMENT
Diajukan untuk memenuhui tugas mata kuliah:  Keuangan Publik dan Penganggaran Daerah

 








DWI OKNAWATI
2012210020




ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2014






ARTIKEL
RENSTRA MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH MENUJU GOOD GOVERMENT

Tuntutan internal dalam memenuhi harapan stakeholder juga semakin meningkat, dalam suatu organisasi swasta maupun pemerintahan pasti kita temui berbagai variasi kualitas kinerja antar pegawai mulai dari yang baik maupun buruk semua itu sangat mempengaruhi hasil kinerja. Dan bagaimana suatu organisasi bisa menjadi baik untuk menuju good goverment seperti yang menjadi tujuan utama, maka semua pegawai harus melaksakan good  governace sebagai suatu proses tata kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan stakeholders, terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik, keuangan, dan manusia bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut asas: keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Era otonomi daerah yang bergulir sejak tahun 2001memunculkan banyak tantangan sulit yang harus dihadapi pemerintah dalam tahun terakhir dan mendatang. Tantangan tersebut dapat berupa kekacauan ekonomi, perubahan nilai privatisasi, pelayanan publik, efektifitas, dan efisiensi anggaran, batas pungutan pajak dan tututan pensejaahteraan masyarakat. Gejolak yang semakin meningkat dan saling bertautan ini memerlukan tanggapan serius dari pemerintah pusat dan daerah. Pertama harus berfikir strategis yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Kedua, pemerintah harus menerjemahkan inputnya untuk strategi yang efektif untuk menanggulangi yang terbuka. Ketiga, pemerintah harus mengembangkan alasan - alasan yang diperlukan untuk meletakan landasan bagi pemakaiaan dan pelaksanaan strateginya.
Wujud usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan terbitnya UU No. 22/1999 yang telah drevisi menjadi UU No.32/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang- undang tersebut menjelaskan konsep, akuntabilitas dan transparasi pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, pemerintah daerah berkewajiban menetapkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan daerah yang terlebih dahulu harus mendapatkan pengesahan dari DPRD masing- masing Kabupaten/Kota. Pergeseran yang signifikan terhadap pengelolaan keuangan daerah menuntut kemandirian daerah mengatur rumah tangganya dengan berbagai strategi alokasi dan prioritas belanja.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa lemahnya perencanaan pengalokasian belanja memunculkan ketidak efisienan kinerja pemerintah. Ketidakefisienan kinerja pemerintah dikarenakan kurang transparan, kurang benar, kurang cepat dan kurang akurat dalam menyusun akuntabilitas. Hal ini akan membuka kemungkinan terjadinya penyelewengan, penyimpangan, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, nepotisme dan tindakan negatif lainnya.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka pemerintah berusaha memperbaiki kinerjanya melalui usaha perbaikan manajemen pemerintahan yang lebih mengutamakan pelayanan kepada publik. Pelayanan kepada publik dapat tercapai apabila semua kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah transparan dan bertanggung jawab. Salah satu upaya kongkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang no 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertangungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan SAP. Selain Pemerintah Daerah dalam menyusun akuntabilitasnya harus transparan dan dapat menyediakan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah secara luas, informasi tersebut juga harus mudah diakses, diketahui, dan dievaluas oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjwaban yang dilaksanakan secara periodik Pengelolaan keuangan daerah. Halim (2004) berpendapat bahwa undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah memberi keleluasaan daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan agar kesejahteraan masyarakat semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan dan pemeliharaan hubungan. Dampak berlakunya otonomi dan desentralisasi tersebut terhadap pengelolaan keuangan daerah adalah semakin meluasnya kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola uang rakyat (public money). Agar pengelolaan dana masyarakat tersebut dapat dilakukan secara lebih transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel, perlu dilakukan perubahan paradigma dalam pengelolaan keuangan daerah. Sampai saat ini banyak terjadi penyimpangan dan penyelewengan terhadap dana masyarakat yang dipercayakan kepada pemerintah. Oleh karena itu dalam pengelolaan keuangan daerah perlu perencanaan yang lebih ekonomis, efisien dan efektif atau lebih dikenal dengan pengelolaan keuangan daerah berbasis kinerja dan berbasis outcome(Mardiasmo, 2002).

Strategi rencana keuangan daerah juga sangat perlu bagaimana memanejemen sebuah keuangan adapun manajemen keuangan pemerintah merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka nation and state building. Adanya manajemen keuangan pemerintah yang baik akan menjamin tercapainya tujuan pembangunan secara khusus, dan tujuan berbangsa dan bernegara secara umum. Karenanya, langkah-langkah strategis dalam konteks penciptaan, pengembangan, dan penegakan sistem manajemen keuangan yang baik merupakan tuntutan sekaligus kebutuhan yang semakin tak terelakkan dalam dinamika pemerintahan dan pembangunan.
Munculnya perhatian yang besar akan pentingnya manajemen keuangan pemerintah dilatarbelakangi oleh banyaknya tuntutan, kebutuhan atau aspirasi yang harus diakomodasi di satu sisi, dan terbatasnya sumberdaya keuangan pemerintah di sisi lain. Dengan demikian, pencapaian efektivitas dan efisiensi keuangan pemerintah semakin mengemuka untuk diperjuangkan perwujudnya.
Dalam upaya perwujudan manajemen keuangan pemerintah yang baik, terdapat pula tuntutan yang semakin aksentuatif untuk mengakomodasi, menginkorporasi, bahkan mengedepankan nilai-nilai good governance. Beberapa nilai yang relevan dan urgen untuk diperjuangkan adalah antara lain transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan keuangan dimaksud, disamping nilai-nilai efektivitas dan efisiensi tentu saja. Dalam konteks yang lebih visioner, manajemen keuangan pemerintah tidak saja harus didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, tetapi harus diarahkan untuk mewujudkan nilai-nilai dimaksud.
Sebagaimana dibahas dalam artikel Mulia P. Nasution berjudul “Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah” (Jurnal Forum Inovasi, Desember – Februari 2003), pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memberi perhatian yang sungguh-sungguh untuk mengakomodasi dan mewujudkan harapan dan tuntutan di atas. Upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, antara lain, diperjuangkan dengan memperhatikan prinsip dan nilai-nilai good governance. Yang selama ini sudah dilakukan adalah dengan membahas RUU Keuangan Negara yang sudah diundangkan DPR pada tanggal 9 Maret 2003 lalu (jadi setelah artikel ini ditulis) menjadi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Terdapat 4 prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang menjadi fokus perhatian utama dalam UU ini, yaitu (1) akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja, sehingga muncul kerangka kerja baru dengan nama “Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Budget)” yang pada saat ini sedang diujicobakan pelaksasanaannya dan diharapkan dimulai pada tahun anggaran 2005; (2) keterbukaan dan setiap transaksi keuangan pemerintah; (3) pemberdayaan manajer profesional; dan (4) adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, profesional, dan mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan (double accounting). Berdasarkan keempat prinsip tersebut, maka artikel ini menempatkan reformasi perbendaharaan dan reformasi di bidang auditing sebagai agenda yang mendesak.


































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar