“RINGANYA HUKUMAN BAGI KORUPTOR DI INDONESIA”
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr, Wb.
Alkhamdulilah,Dengan
memenjatkan puji syukur kepeda Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya, walaupun kurang dari kata sempurna.Makalah ini merupakan
tugas mata kuliah Teori & Isu Ekonomi Politik dengan judul”Ringanya
hukuman pengkoruptor di Indonesia”, yang dibimbing oleh
Bapak Drs.
Taurusman Situmeang
Tujuan dari penulisan
makalah ini tidak lain untuk memberikan gambaran atau menambah pengetahuan
kepada pembaca tentang KKN di
Indonesia. Penulis menyadari bahwa
didalam pembuatan makalah ini tidak lain berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang
Maha Esa dan juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, khususnya kerjasama
dari teman-teman kelompok yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemkirannya
yang telah diberikan, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa
hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu
dan membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.
Dalam proses penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, penulis sudah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karenanya, penulis
dengan senang hati akan menerima segala masukan, saran dan kritik yang bersifat
konstruktif untuk menyempurnakannya.Semoga makalah ini dapat memberikan
kemanfaatan yang besar kepada siapa saja yang membacanya, terima kasih.
Wassalamualaikum Wr, Wb.
Malang, 22 Mei 2014
Penulis,
Dwi
Oknawati
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
KKN merupakan sebuah implikasi hidup
yang dapat diibaratkan “ Lebih besar pasak daripada tiang “, KKN merupakan
sebuah tindakan yang sudah membuadaya nasional di
Indonesia bahkan sejak jaman Penjajahan Belanda hingga saat ini banyak sekali
terjadi KKn di lingkungan pejabat pusat maupun daerah dan setingkatnya, yang lebih mikro lagi, dalam kegiatan perusahaan dan
kegiatan perorangan. Masyarakat Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap
ini dengan membuang KKN dalam membangun masyarakat Indonesia secara lebih
menyeluruh, lebih terbuka, lebih demokratis, dan lebih mandiri. Menyikapi
sebuah masalah KKN tidaklah terlepas dari sebuah factor – factor yang bisa
menyebabkan terjadinya sebuah KKN, dari factor – factor itulah yang akan
memunculkan budaya KKN yang menasional di Indonesia ini.
Ada sedikit sejarah tentang korupsi, korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia,
Roma sampai abad pertengahan dansampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai social,
tak terkecuali dinegara-negara maju sekalipun.Di social Amerika Serikat sendiri
yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi.Sebaliknya, pada masyarakat
yang social dimana ikatan-ikatan social masih sangat kuat dankontrol social
yang efektif, korupsi social jarang terjadi. Tetapi dengansemakin berkembangnya
social ekonomi dan politik serta semakin majunyausaha-usaha pembangunan dengan
pembukaan-pembukaan sumber alamyang baru, maka semakin kuat dorongan individu
terutama di kalangan pegawai negeri untuk melakukan praktek korupsi dan
usaha-usaha penggelapan.
Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi
ini merugikan social
dan dapat merusak kepemerintahan. Korupsi sangat sulit untuk
dihilangkan bahkan social tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena itu
sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat
sulit mendeteksinya dengandasar-dasar social yang pasti. Akibat-akibat dari korupsi antara
lain Pemborosan sumber-sumber, gangguan terhadap penanaman modal,
bantuan yang lenyap, ketidakstabilan, revolusi social, pengambilan alih
kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya, pengurangan kemampuan aparatur
pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan
administrasi.
Oleh karena itu, salah satu cara yang efektif untuk
mengatasi permasalahan korupsi bagi kami ialah dengan menerapkan
hukuman yang tepat dan adil bagi para koruptor tersebut. Namun faktanya,
di Indonesia hukuman bagi terpidana koruptor sangatlah ringan, sehingga
tidak menimbulkan efek jera.
B.RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang akan kami bahas di makalah ini yaitu:
1. Bagaimana hukuman bagi pelaku KKN di
Indonesia saat ini?
2. Mengapa hukuman tersebut tidak
menimbulkan efek jera?
3. Hukuman apa yang tepat bagi koruptor
tersebut?
C.TUJUAN MASALAH
Tujuan
dari penyusunan makalah ini ialah:
1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Reformasi AdministrasiNegara.
2. Untuk mengetahui mengapa hukuman
korupsi di Indonesia sama sekali tidak menimbulkan efek jera.
3. Untuk mengetahui hukuman yang tepat
dan adil untuk dterapkan diIndonesia saat ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Pengertian Hukuman
Hukuman adalah tindakan yang diberikan terhadap seseorang
karena melakukan kesalahan, dan dilakukan agar orang tersebut tidak
lagi melakukannya. Bentuk hukuman berupa hukuman badan, hukuman
perasaan(diejek, dipermalukan, dimaki), dan lain sebagainya. (Wens Tamlair,1996)Menurut teori
lainnya, hukuman adalah menghadirkan ataumemberikan sebuah situasi yang tidak
menyenangkan atau situasi yang ingindihindari untuk menurunkan tingkah laku. (H. Baharuddin,2007) Menurut Al-Ghozali hukuman ialah
suatu perbuatan di mana seseorangsadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pada
orang lain dengan tujuanuntuk memperbaiki atau melindungi dirinya sendiri dari
kelemahan jasmanidan rohani, sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran.
B.Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah
(bahasa Latin: corruptio
dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum,
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di
antaranya, namun bukan semuanya, adalah
- memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
- penggelapan dalam jabatan,
- pemerasan dalam jabatan,
- ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
- menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti
yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang
muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan krimisnal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan
membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas|kejahatan.
Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang
legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
C.
Pengertian Kolusi
Di dalam
bidang studi ekonomi, kolusi
terjadi di dalam satu bidang industri di saat
beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama.
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, di mana
keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan
memengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah
kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi
tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan
tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan
kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas
tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Di Indonesia,
kolusi paling sering terjadi dalam proyek pengadaan barang dan jasa tertentu
(umumnya dilakukan pemerintah). Ciri-ciri kolusi jenis ini adalah:
- Pemberian uang pelicin dari perusahaan tertentu kepada oknum pejabat atau pegawai pemerintahan agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa tertentu. Biasanya, imbalannya adalah perusahaan tersebut kembali ditunjuk untuk proyek berikutnya.
- Penggunaan broker (perantara) dalam pengadaan barang dan jasa tertentu. Padahal, seharusnya dapat dilaksanakan melalui mekanisme G 2 G (pemerintah ke pemerintah) atau G 2 P (pemerintah ke produsen), atau dengan kata lain secara langsung. Broker di sini biasanya adalah orang yang memiliki jabatan atau kerabatnya.
Jadi secara
garis besar, Kolusi adalah pemufakatan secara bersama untuk melawan hukum antar
penyelenggara Negara atau antara penyelenggara dengan pihak lain yang merugikan
orang lain, masyarakat dan Negara.
Cara
pencegahannya perusahaan (atau negara) membuat perjanjian kerjasama yang sehat
dengan perusahaan (atau negara) lain yang dianggap tidak merugikan orang banyak
untuk mencegah kolusi.
D.
Pengertian Nepotisme
Nepotisme berarti
lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau
menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi
namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme.
Pakar-pakar biologi telah
mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri,
sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme
berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”.
Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katolik dan uskup- yang telah
mengambil janji “chastity” sehingga biasanya tidak mempunyai anak
kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti
kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan
saudara lainnya menjadi kardinal.
Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan.
Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat
dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan
posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander mengangkat
Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese kemudian
menjadi Paus Paulus III. Paul juga
melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16
tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem
pada tahun 1692. Bulla
kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik,
kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang
saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.
Di Indonesia, tuduhan
adanya nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi (ketiganya
disingkat menjadi KKN) dalam
pemerintahan Orde Baru, dijadikan
sebagai salah satu pemicu gerakan reformasi yang
mengakhiri kekuasaan presiden Soeharto pada tahun 1998.
C.Dasar
Hukum Tindak Pidana Korupsi
Di Indonesia,praktik korupsi sudah sedemikian parah dan
akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke
permukaan. Dinegeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit
kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke
lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif
dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru,
korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga
pejabat tinggi. Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana
korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri,undang-undang tentang tindak pidana
korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960
tentang pemberantasan tindakpidana korupsi,
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971
tentang pemberantasan tindakpidana korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999
tentang pemberantasan tindakpidana korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
BAB III
PEMBAHASAN
Sejak
reformasi di gulirkan tahun 1988 yang lalu, berbagai kasus – kasus KKN di
Indonesia yang terjadi puluhan tahun yang lalu satu persatu mulai terbongkar.
Dimulai dari tuduhan pucuk pemimpin rezim orde baru, lantas terkupaslah kasus KKKN
dengan berbagai ukuran yang dilakukan para pejabat negeri ini puluhan tahun
yang lalu. Istana Negara telah berganti penghuni – penghuni , tapi masih saja
terdengar berita – berita korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara
yang menghiasi layar kaca dan media cetak maupun elektronik nasional. Banyak
sekali kasus KKN di Indonesia yang sulit di berantas, kebanyakan kasus – kasus
KKN di Indonesia terhenti pada pembaringan rumah sakit, pengeluaran SP3 dan
kalupun di jatuhi hukuman, sangat tidak memberi keadilan terhadap masyarakat
miskin. Sebgai penggadai harga diri bangsa, budaya korupsi yang sudah cukup
mengakar di system birokrasi pemerintahan Indonesia juga menjadi biang
kebobrokan ekonomi nasional. Indonesia menjadi miskin bukan karena Indonesia tidak
memiliki sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan, akan tetapi Indonesia menjadi
miskin karena akibat pengelola negeri ini mengambil uang yang bukan menjadi
haknya. KKN merajalela di berbagai aspek dan dimensi kehidupan social. Yang
menjadi korban tentu saja rakyak kecil yang harus hidup menderita. Ada beberapa
factor yang menyebabkan kasus – kasus KKN di Indonesia sulit untuk
diselesaikan. Diantaranya factor – factor tersebut adalah sebagai berikut
(http://www.anneahira.com ) :
- Penyakit kronis bangsa Indonesia
Selama
hampir lebih tiga puluh dua tahun kekeuasaan rezim orde baru berkuasa, dalam
kurun masa itu penyakit dan virus KKN berkembang subur. Keberadaannya
dilindungi dan dikembangbiakan. Pertumbuhan yang cukup lama ini menyebabkan
penyakit yang berbahaya ini menjangkit hampir seluruh birokrasi pemerintahan
maupun non pemerintahan di indoensia. Dari level tertinggi pejabat Negara,
sampek level Rt yang paling rendah. Perkembangan yang cukup subur ini
berlangsung selama puluhan tahun. Akibatnya penyakit ini telah menjangkit
sebgian generasi yang kemudian diturunkan kgenerasi yang brikutnya.
2.
System pengakan hukum yang lemah
Indonesia memiliki banyak sekali
undang – undang dan landasan hukum yang mengatur tentang tindakan KKN. Isi dan
kandungan undang – undang tersebut bisa saja di ubah sewaktu – waktu
menyesuakan perkembangan yang ada. Yang menjadi persoalan adalah para penegak
hukum itu sendiri. Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental
para penegak hukum di indoensia. Lagi – lagi karena pengaruh budaya KKN yang
sudah cukup kronis menjangkit Indonesia. Para petugas hukum yang di tugaskan
untuk mengadili para koruptor alih – alih menerima amplop dari para koruptor.
3. Hukuman bagi Koruptor di Indonesia
Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999
joundang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang
dapatdilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah
sebagaiberikut:
1. Pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda palingsedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negaraatau perkonomian Negara. (Pasal 2
ayat 1)
2. Pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh jutarupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atauorang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan ataukedudukan yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomianNegara (Pasal 3)
3. Pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp.150.000.000,00 (seratuslima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enamratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
merintangiatau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap
tersangkaatau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4. Pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enamratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana
dimaksud dalam pasal28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
5. Pidana Tambahan
1. Perampasan barang bergerak yang
berwujud atau yang tidak berwujudatau barang tidak bergerak yang digunakan
untuk atau yang diperolehdari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik
terpidana dimanatindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang
yangmenggantikan barang-barang tersebut.
2. Pembayaran uang pengganti yang
jumlahnya sebanyak-banyaknya samadengan harta yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi.
3. Penutupan seluruh atau sebagian
perusahaan untuk waktu paling lama 1(satu) tahun.
4. Pencabutan seluruh atau sebagian
hak-hak tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang
telah atau dapatdiberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
5. Jika terpidana tidak membayar uang
pengganti paling lama dalam waktu1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang
telah memperolehkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa
dandilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai
harta benda yang mencukupiuntuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan
pidana penjarayang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana
pokoknyasesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo
undang-undangnomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
danlamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
B.Efek Jera bagi Koruptor
Di Indonesia itikad untuk membuat jera koruptor masih
sebatas wacana.Beberapa usulan pernah dilontarkan ke publik oleh
para pakaruntuk hukuman koruptor. Seperti hukuman mati, pemiskinan, baju
tahanan,hukuman sosial, bahkan penjara seumur hidup. Namun, yang baru terwujud adalah membuat seragam bagi
tersangka korupsi. Tujuannya membuat malutersangka korupsi.Usulan yang
lainnya?Hilang tanpa jejak.Sepertinya hukum yang ringan tidak membuat jera para pelakukoruptor.
Mereka masih sumringah di hadapan kamera TV dan tidak ada rasapenyesalan sama
sekali. Bahkan ada beberapa pelaku korupsi, setelah bebasdari penjara,
melakukan korupsi lagi atau duduk di jabatan semulanya.Berdasarkan analisa
kami, hukuman bagi koruptor tersebut sepertiyang tercantum dalam UU Tipikor di
atas itu pada faktanya sama sekali tidakmenimbulkan efek jera. Hal ini
disebabkan oleh diantaranya:
1. Hukuman yang memang masih terlalu
ringan.
2. Hukuman yang sangat ringan karena
dakwaan jaksa yang lemah.
3. Harta koruptor yang sudak terbukti
sama sekali tidak disita.
4. Korupsi sudah menjadi hal yang
lumrah dalam suatu birokrasi.
5. Kurangnya legitimasi hukum tipikor
karena disebabkan peradilan yangtidak kredibel serta juga sering menjadi sumber
sogok-menyogok.
6. Penerapan hukuman yang juga tidak
berkeadilan, dimana apabila yangmenjadi tersangka korupsi dari seorang pejabat
besar maka hukumanakan semakin tumpul.
7. Korupsi yang dilakukan secara
bersama-sama sehingga tidak adanya rasatakut bagi para koruptor.
8. Peranan KPK, BPK, dan Kepolisian
yang juga masih rendah dalampengungkapan kasus korupsi.Sebenarnya masih banyak
fakta-fakta di lapangan yang terjadi padahukum korupsi di Indonesia, sehingga
hal tersebut sama sekali tidakmenimbulkan efek jera bagi pelakunya.Beruntung
untuk koruptor Indonesia. Hukum penjara yang ringan aliassebentar, bahkan jauh
di bawah tuntutan jaksa membuat hukum korupsi diIndonesia termaksud yang paling
ringan.Pasalnya, masa tahanan koruptorsudah dihitung semenjak menjadi tahanan
di penjara.Dan bila adaperingatan hari raya besar, tahanan mendapat remisi
(pemotongan masatahanan) yang bisa membuat para koruptor cepat atau
lambat akanmenghirup udara bebas.
Miris memang melihat negara Indonesia yang masih
menghukumringan para koruptornya.Kasus korupsi di Indonesia masih dianggap
sebagaikejahatan biasa.Sampai 2012, Indonesia menempati posisi ke-4
sebagaiNegara Terkorup di Asia.Namun perlu diingat, hukum yang berat
belumsepenuhnya dapat menghilangkan korupsi dari sebuah negara.Kerja samayang
baik dari Pemerintah, Lembaga Keadilan, Media Massa, dan Masyarakatmempunyai
andil besar dalam perang besar memberatas korupsi.
C.Hukuman yang tepat bagi Koruptor
Pada dasarnya, korupsi merupakan tindak pidana luar biasa
yangharus mendapatkan hukuman yang amat sangat berat. Hal ini karena
korupsitergolong sebagai perampokan harta rakyat yang menyebabkan
kemiskinansemakin bertambah, pembangunan yang gagal, serta banyak lagi
kerugianbesar lainnya. Oleh karena itu, kami dari kelompok
2, setelah menganalisis berbagaifakta-fakta dan opini-opini para pakar,
maka akan lebih baik jika korupsidihukum dengan HUKUMAN MATI, sebagaimana firman Allah dalam
surahAl-Maidah ayat 33 yang artinya:
“Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RosulNya dan membuat
kerusakan di mukabumi , bagi pembunuh hendaknya dibunuh, bagi perampok yang membunuhkorbannya
hendaknya disalibkan ,bagi perampok yang hanya merampasharta korbannya maka
hukum mannya dipotong tangan dan kakinya secarabersilangan sebatas
pergelangannya”. Dianalogikan dengan perampokan ,yaitu korupsi dilakukan
dengankekuatan dan kekuasaan dan yang telah dikorupsi telah mencapai
satunishab/batas minimal maka dikenakan dengan hukum potong tangan
secarabersilangan sebatas pergelangan tangan. (Nishabnya seberat emas 93,6gram,
akhir bulan Maret 2013 emas 1 gram seharga Rp.4950.000,00 makanishabnya= Rp.
46.332.000,00).Ide tentang hukuman mati untuk koruptor sudah bukan barang baru.
Juga sudah ditentang oleh orang-orang yang merasa dirinya
pembela hakasasi manusia. Padahal hukuman begini pasti jauh lebih gampang,
asalditentukan nilai nominal minimal korupsinya sebagai batas
untukdiberlakukannya hukuman mati, dan interval antara dijatuhkannya vonis dengan eksekusi tidak lebih dari 3 x 24 jam. Para
tervonis hukuman matitidak perlu menderita ketidakjelasan menunggu-nunggu
eksekusinya.Bukanhanya membuat mereka menunggu, tapi itu juga menghabiskan uang
negarauntuk memberi mereka makan tiap hari sampai matinya.
Pemborosan.Tapi
jika model hukumannya masih seperti yang divoniskan pada koruptor
saat ini, dari mana bisa muncul efek jera? Jangan-jangan merekamemang
berpikiran seperti: melakukan korupsi adalah usaha, tertangkapdan dihukum
adalah pengorbanan, lalu keluar dari penjara dengan simpananharta berlimpah
adalah masa depan yang cerah menanti.
Namun
selain hukuman mati, ide bahwa hukuman bagi koruptor harusmemiskinkan dan
mempermalukan juga harus dilakukan. Untuk yangterakhir, mungkin agak susah
karena sangat bisa jadi para koruptor sudahtidak punya malu. Tapi setidaknya,
mereka harus merasakan harta kekayaanmereka dikurangi dalam jumlah yang besar-sebagaimana
merekamengurangi uang negara.
Pertama,
vonis yang wajib dijatuhkan kepada setiap koruptor tanpakecuali adalah
mengembalikan dana senilai yang dia korupsi. Jika dia tidakmampu membayar itu,
harta kekayaannya harus disita oleh negara untukdilelang hingga nilainya
mencapai jumlah dana yang harus dia kembalikan [kepada
negara]. Penyitaan tetap harus dilakukan bahkan jika itu meliputiseluruh harta
kekayaan si koruptor.Jika masih kurang, tambahkan padamasa hukuman penjara
baginya.Panjangnya hukuman penjara tambahanditentukan berdasar jumlah yang
tidak dia bayarkan, tanpa ada batas.
Kedua,
vonis hukuman penjara inti (yang bukan tambahan) ditetapkansesuai aturan yang
berlaku. Kita semua pasti tahu embel-embelnya: denganpenyesuaian pada prinsip
dan rasa keadilan.Ketiga, terkait dengan fasilitas dan akomodasi yang dia dapat
dipenjara, harus dibatasi dengan menggunakan dasar perhitungan standarhidup
masyarakat setempat.
BAB IV
PENUTUP
1. Saat ini di Indonesia, berdasarkan
ketentuan undang-undang nomor 31Tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001,
jenis penjatuhanpidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak
pidanakorupsi masih sangat ringan bagi para koruptor.
2. Hukuman tersebut, masih belum
menimbulkan efek jera, sehingga masihbanyak kasus korupsi terjadi dan
merajalela.Sepertinya hukum yangringan tidak membuat jera para pelaku
koruptor.Mereka masihsumringah di hadapan kamera TV dan tidak ada rasa
penyesalan samasekali. Bahkan ada beberapa pelaku korupsi, setelah bebas dari
penjara,melakukan korupsi lagi atau duduk di jabatan semulanya.
3. Adapun hukuman yang sangat tepat
bagi koruptor ialah dengan hukumanmati seperti yang diterapkan di China,
sehingga mampu mengurangijumlah koruptor serta sangat mampu menimbulkan efek jera.
4. Selain itu, koruptor juga harus
dimiskinkan serta tidak membedakanapakah ia pejabat atas atau kalangan bawah,
apapun itu, hukuman harussama dan adil.
B.Saran
1. Indonesia harus mencontoh negara
China dalam memberantas korupsi, yaitu dengan hukuman mati.
2. Namun perlu diingat, hukum yang
berat belum sepenuhnya dapatmenghilangkan korupsi dari sebuah negara. Kerja
sama yang baik dariPemerintah, Lembaga Keadilan, Media Massa, dan
Masyarakatmempunyai andil besar dalam perang besar memberatas korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
v Ensiklopedia, (online),
http://id.wikipedia.org, diakses 19/04/2013 10:30
v Saputro, Yois, (online),
Usulan Hukuman
Bagi Koruptor, http://hukum.kompasiana.com/2012/09/26/usulan-hukuman-bagi-koruptor-496443.html, diakses 18/04/2013
16:10
v Undang Undang RI No. 22 Tahun 2001,
tentang Perubahan atas UndangUndang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak PidanaKorupsi.